16 posts
Akhir-akhir ini kegiatanku banyak, mulai dari hal baru sampe hal yang bikin panik menegangkan. Rumah sekarang hanya untuk istirahat. Ternyata 24 jam dalam sehari itu kurang ya untuk memenuhi ego yaitu mengikuti banyak kegiatan.
"Aku pengen ikut ini karna belum pernah. Aku belum ngerjain ini jadi aku mau ngerjain ini dulu. Minggu depan ada ini, ikut yuk?!" daaan masih banyak lagi. Gahabis-habis ya ternyata? Sebenernya gasalah dengan rasa keinginan itu, cuma sepertinya perlu dibatasi dengan prioritas dan porsi. Nyatanya diri juga punya hak loh untuk istirahat.
Untuk hal-hal yang terlewati, alhamdulillah tsumma alhamdulillah dan untuk hal-hal yang direncanakan kedepannya, bismillah yaa✨
Semoga Allah meridhoi lelah kita dan memampukan kita dalam menjalani lika liku kehidupan ini, aamiinn.
tepat saat ini aku merasa rindu untuk bermimpi. walaupun dulu sepertinya banyak takut dan ragunya. sekarang sepertinya mimpi itu bahkan bukan lagi takut atau ragu, melainkan tidak ada? boro-boro mikirin mimpi, seringnya berkutat dengan emosi yang seringnya mengganggu.
dulu, ditengah lelahnya menjalani proses belajar, terselip mimpi2ku dalam doa.
sekarang, rasanya aku mudah sekali berprasangka. padahal inginnya, aku tidak mengikuti emosi itu.
tapi mungkin ini seninya.
menjalani hidup tanpa harus banyak menuntut. dan bukankah prosesku belum selesai?
mimpiku detik ini: semoga proses ini tidak sia-sia. smoga aku terlahir menjadi orang yang lebih dan lebih bijak dalam menghadapi hidup. dan smoga kebaikan akan slalu menyertaiku.
puasa kemarin aku beberapa kali bukber bersama temanku, mulai dari teman sd sampai kuliah. seperti biasa kami life update. seru banget jadi tau "oh dia disini" atau "dia sekarang udah gadisini" dan masih banyak lagi.
tiba-tiba terlintas perasaan: ko aku gini-gini aja ya?
beberapa minggu setelahnya baru terpikir bagaimana bisa aku memiliki perasaan itu. sepertinya berawal dari aku yang membandingkan pencapaian diri dengan temanku. lebih jelasnya dari seberapa besar materi yang didapat.
semenjak lulus tahun 2022, tidak sedikit teman-temanku yang sudah menjadi "orang" dengan pencapain materi yang fantastis. padahal pada masanya, kami duduk dikelas yang sama. terkesan menyedihkan tapi nyatanya, tidak juga.
jika materi yang dijadikan standar sudah barang pasti itu menyedihkan. tapi ternyata itu bukan hanya tentang materi tapi tentang rizq (rezeki).
rezeki itu luas dan materi itu hanya bagian dari rezeki. materi yang berlebih jika dibandingkan dengan materi yang cukup ditambah kenikmatan yang banyak sekali seperti sehat, keberadaan keluarga, waktu yang cukup, sepertinya sepadan atau bahkan lebih besar.
ingat betul umi pernah bilang "mungkin umi kerja gini-gini aja tapi setidaknya umi bisa nguliahin 2 anak umi sampe selesai"
betapa mudahnya ia melihat kebaikan yang Allah berikan dan perlunya aku belajar darinya tentang syukur.
perlu digarisbawahi bahwa makna syukur tidak sama dengan pasrah. menurutku syukur itu perlu hadir disaat kita sudah ikhtiar semaksimal mungkin. wallahu 'alam.
semoga kita bisa terus menjadi hambaNya yang mau berusaha dan bersyukur✨ aamiin
Terjerat dalam kompetensi yang membuat manusia terdidik serasa dikejar dengan angka diatas kertas, terdengar bukan hal yang baik. Dorongan keingintahuan yang seharusnya menjadi bahan bakar serasa terlupakan. Padahal tidak ada yg bisa menggantikannya untuk mendapatkan hasil berupa ilmu.
Apa salahnya menjadi terpaksa? Bisik batinku sesekali.
Sekarang tahu betul, terpaksa membuat hal yang didapat mudah sekali pergi. Kurang atau bahkan tidak meninggalkan bekas.
Lalu bagaimana agar tidak terpaksa? Jawabannya akan beragam dari manusia terdidik. Itu tentang cita yang ingin diraih, tentang bentuk kontribusi yang ingin diberikan. Walaupun sebenarnya, belum semua bisa diluruskan. Namun semoga bisa segera disadarkan.
Benar adanya. Ekspektasi membuat diri jatuh. Semakin jelas, semakin detail ekspektasi yang dibuat dalam bayang-bayang pikiran, semakin jelas pula bahwa kekecewaan yang akan dihadapi. Ternyata perlu belajar let it flow. Jangan coba memasuki yang bukan ranah seorang manusia, yaitu membuat skenario hidup yang sekiranya baik padahal diri tau apa tentang takdir? Jawabannya, tidak tau
Benar adanya. Kekecewaan membuat sadar bahwa betapa misterinya takdir, hingga dititik sudah tidak mau bisa berekspektasi kembali. Banyaknya opsi dalam hidup dan konsekuensi yang akan melahirkan banyaknya jalan membuat diri ragu. Sederhananya kekecewaan membuat diri ragu untuk melangkah. Alasannya: apakah akan berakhir bahagia? Jawabannya, tidak tau
Benar adanya. Pertanyaan tidak selalu diselesaikan dengan jawaban, mungkin bisa dengan tanpa jawaban atau lebih tepatnya takdir tidak mengantarkan diri pada jawaban.
Katanya, kita hrs jd org baik
Katanya jg, jd org jgn terlalu baik
Pertanyaannya, apakah baik mengenal batasan?
"Jgn terlalu baik, nanti dimanfaatin"
Pernyataan yg mungkin ada benarnya. Namun, seolah menyalahkan sikap baik itu sendiri.
Apakah menjadi baik itu salah?
------
Menjadi baik, mungkin tidak selalu berbalas dengan kebaikan atau mungkin tidak dimaknai dengan sebuah kebaikan. Namun, bukankah menjadi baik tidak sesederhana mencari balasan kebaikan dari orang?
Menjadi baik, mungkin tidak semudah yang dibayangkan, tidak semulus yang diharapkan. Tapi semoga semua kebaikan yang dilakukan menjadi keberkahan atas apa-apa yg dijalani dan menjadi penolong atas kesulitan yang dialami.
Setelah berminggu-minggu dengan kesibukkan, setelah datangnya banyak masalah, nyatanya baru sadar, “futur bgt ya aku”
Sudah kurang lebih 1 bulan lalu menonton video kajian dan tiba-tiba muhasabah, “sesibuk itukah sampe gabisa ngeluangin waktu untuk setidaknya 1 jam?” sepertinya tidak. Diingat-ingat, beberapa waktu kebelakang aku masih sempat scroll ig, masih sempat nonton film, bahkan masih sempat juga update status
Disaat diri mulai menjauh, mungkin itu caraNya untuk membuat hambaNya kembali. Karena memang dengan begitulah manusia baru sadar betapa lemah dan butuhnya ia pada Zat yang Maha Berkuasa
Ya Allah, kukuhkanlah langkah, hati, dan pikiran ini agar tetap dijalanMu dan berikanlah keberkahan atas apa-apa yang dijalani. Aamiin
Hari ini ngerasa cape banget dan berakhir bete. Apa itu tanda ketidakikhlasan? Jangan sampaii
Hari ini juga ngerasa sedih. Hati perempuan mudah sekali ya tersentuh dg hal-hal yg mungkin baiknya tidak untuk dimaknai lbh, biar ga cape
Tentang perasaan2 yg berkemelut hari ini, sebenarnya hanya berharap diri untuk tenang, bahagia, dan bersyukur. Berharap diri bs lbh mudah untuk mencari kebahagiaan sederhana tanpa banyak menuntut. Menuntut dimengerti, menuntut diringankan bebannya, apalagi menuntut adanya keberadaan org lain
Lagi-lagi tentang harap. Semoga semua harapan dari ikhtiar yang baik akan terwujud diwaktu yg tepat, tentu dg skenarioNya
وَاصْبِرْ فَاِنَّ اللّٰهَ لَا يُضِيْعُ اَجْرَ الْمُحْسِنِيْنَ
Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan (Q.S. Hud:115)
Ternyata ada hal yang lebih sulit dari belajar kuliah. Lebih sulit dari melawan rasa kantuk mendengarkan dosen saat kelas atau memahami materi kuliah yang isinya beratus2 slide. Sistem kebut semalam untuk belajar ujian sejujurnya masi sering kulakukan, tidak maksimal, tapi ya sudah cukup. Maap ini tidak baik
Sejatinya saat berhadapan dengan sulitnya materi kuliah atau melawan rasa kantuk saat kelas, ada pembelajaran lain yang aku dapatkan: mengatur emosi. Rasanya tidak mudah. Berkali2 bahkan sampai detik ini aku masih suka menggerutu “kenapa si?!” atau “gimana si ini?!” dengan keadaan2 tersebut. Tapi seringnya diakhiri dengan penyesalan seperti “knp ya tadi aku marah2 gitu”
Rasanya ingin sekali pandai dalam mengontrol emosi dan pandai bersikap. Pembelajaran untuk sampai pada titik tersebut menurutku agak berbeda. Menjadi orang yang sabar misalnya. Rasanya tidak didapatkan dengan 1 atau 2 masalah. Butuh waktu, butuh belajar untuk memahami pentingnya sabar, butuh mengalah, dsb.
Belajar mengontrol emosi adalah pembelajaran seumur hidup, ya waalupun untuk belajar di kuliah pun kita harus menerapkan hal tsb karena perkembangan informasi dan kebutuhan untuk terus memperbaharuinya, tetapi bukankan frekuensi masalah hidup lebih sering dibandingkan masalah kuliah? Bahkan bisa dikatakan masalah kuliah bagian dari masalah hidup.
Sampai usia saat ini, 22 thn, dengan berbagai masalah hidup rasanya masih banyak yg harus aku perbaiki, walaupun ada rasa syukur yang menyelinap tentang perubahanku dalam memandang sesuatu, menghadapinya, dan memaknainya. Namun, keinginan2 seperti “harusnya aku bs lbh sabar”, “yaudasi gapapain ajaa”, “usaha aja sebisanya gausah banyak mikir”, dsb masih ada.
Tentang ujian, memang sejatinya kita akan terus berhadapan dg hal tsb sepanjang ruh dalam raga, bukan? Tentang sabar, bukankah Allah bersama orang2 yang sabar? Dan masih banyak lagi alasan2 yang bisa dijadikan pegangan untuk menjadi orang yang lebih pandai dalam mengontrol emosi, lebih dewasa dalam menghadapi masalah, dan lebih sabar dalam menjalani hidup. Semoga Allah mampukan:”)
149. CARA ALLAH MENJAGAMU | Riyaadhushshaalihiin
Bismillah...
Tidak jarang banyaknya masalah hidup seringkali diri berprasangka yang tidak-tidak terhadap Allah (astaghfirullah, semoga Allah ampuni). Namun nyatanya kita yang sesungguhnya tidak paham akan hakikat penjagaan Allah terhadap hambaNya.
احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ
“Jagalah hak Allah niscaya Allah jaga dirimu”
Bentuk penjagaan Allah terhadap hambaNya dapat berupa hal duniawi ataupun perihal agama dan keimanan seseorang. Dari sisi duniawi, Allah akan jaga fisik, jasmani, kekuatan, akal sehat, bahkan keturunan seseorang. Dari sisi agama, Allah akan palingkan daripadanya kemaksiatan, kemungkaran, dan kekejian.
Contohnya ada di Q.S Yusuf: 24, disaat keduanya, istri al-aziz maupun Nabi Yusuf berkehendak, Allah palingkan Nabi Yusuf dari kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf termasuk hamba Allah yang terpilih.
Allah itu bisa jaga kita dari arah yang kita tidak duga karena Allah itu Al-’Alim, Yang Maha Mengetahui. Sebagai pengingat bahwa disaat kita menginginkan penjagaan oleh sebaik-baik penjaga sudah semestinya kita menjaga hak-hak Allah.
464. MENJADI ORANG YANG BERUNTUNG | Riyaadhush Shaalihiin
Bismillah...
Kalau dipikir semua org pasti pengen jd beruntung. Beruntung jd ini ataupun dapet ini itu. Enak yhaa... karena dihidup ini terlalu banyak hal yang gabisa kita kendalikan. Ternyata kuncinya ada di Q.S Ali-Imran:104
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung”
Definisi dari kebaikkan itu sendiri adalah hal-hal yang bermanfaat baik didunia maupun diakhirat. Oiya, mengajak juga perlu ilmu. Ilmu itu luas begitupun kebaikan
Semoga Allah mudahkan kita untuk mengajak kpd kebaikan, sekaligus pengingat diri juga agar selalu melakukan hal baik...
Alhamdulillah biidznillah kelulusan yg beberapa bulan lalu sangat diperjuangkan akhirnya tercapai juga dibulan juli ini. Tak dipungkiri, kebahagiaan bercampur haru dirasakan saat pengumuman kelulusan dan beberapa hari setelahnya. Biasalah… katanya keluar dari kampus ganesha lebih sulit dibandingkan masuknya. Dan memang benar adanya☹
Setelah berminggu-minggu pasca momen “kebahagiaan” tsb tak disangka, kegelisahan dan kebingungan tiba-tiba dirasakan. Sesederhana: “mau ngapain habis ini?” “iya, melanjutkan profesi, terus?” Pertanyaan yang ternyata gagampang ya hehe padahal malam itu waktu awal kuliah, abi pernah nanya juga pertanyaan yang… kurang lebih sama: “Teh nanti mau jadi apa?” dan dengan mudahnya mengeluarkan jawaban template: “mau kerja di rumah sakit bi kayanya atau BPOM” Rasanya jawaban itu tidak dengan mudahnya untuk aku jadikan jawaban sekarang karena ada pertanyaan berikutnya: “Gimana ya caranya?” Dan baru ngeh ternyata proses untuk dapet pekerjaan itu tahapannya banyak ya… mulai dari nyari, bikin cv, interview… ya walaupun belum akan aku lakukan dalam waktu dekat karena ya seperti yang sudah dibilang “mau profesi dulu” h e h e… tapi hawa menuju proses itu makin kerasa dan bikin bingung aja. Pertanyaan-pertanyaan yang sejujurnya pengen didiemin tapi ya gabisa ☹
Sabtu siang kemarin aku mengikuti acara webinar dengan tema life after college: what to do after graduation yang diadakan oleh panitia perayaan wisuda kampus. Acara itu mengupas tentang hal-hal yang kepake didunia kerja, hal yang perlu dipersiapkan, manage pendapatan, cari-cari pekerjaan lewat linked in, cerita seputar pengalaman pembicara dalam bekerja, dan yang paling bikin aku melek dunia kerja dan ini juga yang bikin aku banyak mikir adalah kita harus tau mau ngapain, begitu katanya. You need to define your own job. Kita juga harus punya reason dan tau konsekuensinya dalam memutuskan sesuatu. Jadi mikir, dunia kerja itu sulit ya kayanya karena kita harus punya inisiatif yang tinggi, bersifat proaktif dimana hal tsb tuh buat aku pribadi seringnya berlawanan sama kehidupan sehari-hari yang kebiasaan disuapin☹ hue
“Teh hidup tuh susah ya?” tanya iza sebelum makan malam. Waktu itu, aku cuma bisa ketawa dan ngga mengelak sama sekali. Rasanya dia didewasakan dengan melihat situasi kaka2nya dan umi abi ekekekek. Proses pendewasaan itu memang seringnya dihadapkan dengan pahitnya hidup ya hehe. Mengutip kata-kata keren pemateri webinar kemarin, kak suryo (TI 2008):
Dalam hidup itu gaada yang perlu disesali, baik alhamdulillah, kalau buruk berarti itu pembelajaran
Sebagai reminder bahwa ketakutan, kegelisahan, dan kegagalan emang scr alaminya terjadi dan prnya emang bagaiman pintar2 bersikap… biar dewasa
14. KADAR PERTOLONGAN = KADAR UJIAN
Bismillah...
Pada hakikatnya ya memang kita gasanggup karena yang nyanggupin Allah, begitu konsepnya. Sebagai seorang muslim seharusnya memiliki sikap optimisme dalam hidup karena ujian yang diberikan sesuai dengan kadar pertolongannya. Tidak mesti berbarengan karena ada bekal sabar yang Allah akan berikan. Saat dapat ujian jadi berbaik sangka, “mungkin kualitas agama aku naik nih” “ohiya, Allah pasti kasih pertolongan”
Pertolongan sesuai kadar semangat, cita-cita, daya juang, harapan, dan rasa takutnya kepada Allah.
Sebagai penyemangat sekaligus reminder bagi diri sendiri dan temen2 yang sedang berjuang. Semoga Allah kuatkan dan mampukan.
Pandemi membuat banyak perubahan bagi banyak orang, termasuk aku. Keadaan rumah, orang sekitar, bahkan suasana hatipun dengan mudahnya berubah. Lagi-lagi pandemi. Yasudahlah emang bisa apa?
Pagi itu tidak seperti biasanya harus bangun lebih pagi. Aku yang punya kebiasaan tidur setelah subuh parah banget gaboleh ya gais dihadapkan pada situasi yang mengharuskan kebiasaan itu gabisa dilakukan lagi. Susah pake banget. Menggerutu, cemberut, nguap2. Kondisi pandemi ini menyebabkan umi pada akhirnya memutuskan buat gabalikin bibi kerumah untuk ngerjain pekerjaan rumah. Alhasil beginilah. Anak perempuan pertamanya menjadi andalan.
Maghrib kala itu kami dikumpulkan bersama oleh umi. Gabiasanya. Disitu umi cerita tentang keputusannya buat ga balikin bibi kerumah dan pembagian tugas anak-anaknya dirumah. Ditutup dengan “Teteh ikhlas ya?”
Pekerjaan yang pada awalnya terkesan sederhana ternyata tidak sesederhana itu, apalagi pada awalnya dengan aku yang tidak terbiasa. Apa bisa? Waktu berlalu tak terasa, terlewati beberapa bulan. Kebiasaan melakukan pekerjaan rumah sudah menjadi rutinitas ternyata. Tak disangka. Membagi waktu dan membuat timeline harian ternyata juga sudah menjadi kebiasaan. Tak disangka. Lelah bercampur makan hati diawal ternyata membuahkan rasa haru dan bangga. “Alhamdulillah kamu bisa!” Yang awalnya hanya mengandalkan telor ceplok atau mie kuah sekarang bisa masuk sayur dan lauk pauk. Tidak mewah tapi cukuplah membuat hati bahagia dengan “Wih sekarang masakan teteh enak ya!”
Tak sampai disitu, ternyata cobaan lain juga bermunculan. Selain pekerjaan rumah, urusan adik-adiknya pun menjadi tanggung jawab, bantuin belajar dan bangunin sekolah. Lagi-lagi tidak semudah itu ya. Suasana hati yang kala itu tidak bisa berdamai dengan ketidakidealan kondisi membuatnya marah. Marah sejadi-jadinya.
“Teteh kalau kesel gausah bantuin umi gapapa, umi masih bisa ko” tertampar sekali dengan ucapan umi pagi itu. Aku yang baru beberapa bulan dengan rutinitas baru ini bisa-bisanya mengeluh, bisa-bisanya marah. Rasa bersalah memenuhi hati karena sadar tidak selayaknya menyalahkan keadaan. Diri ini sudah lagi bukan anak kecil. Ayo sadarlah.
Rasa bersalah itupun akhirnya mendorongku untuk meminta maaf pada umi. Menangisi keadaan diri yang masih belum bisa menyikapi situasi dengan sebaik-baiknya. Meluapkan semua masalah rumah termasuk adik-adik yang sungguh tidak mudah. Umi dengan kekuatan seorang ibu dengan bijaknya menjawab keluhanku. “Banyak banget PR umi, Teh. Nanti teteh sebelum nikah, banyakin ilmu dulu ya”
Ternyata latihan jadi ibu aja gamudah, apalagi menjadi the real ibu? Bukannya menakuti. Hanya menjadikan bentuk renungan untuk lebih memaknai proses pernikahan serta tanggung jawab yang akan diemban jadi... bisa mempersiapkannya dengan matang dan pada akhirnya bisa menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya
Beberapa minggu lalu baru selesai ujian ceritanya. Ujian di bulan ramadhan, Dirumah pula, sesuatu yang baru. Banyak hal-hal menarik hmm contohnya ujian pake zoom (ceritanya diawasi), ujian openbook, soal yang gabisa diback kalau udah di next, tragedi gabisa masuk web atau bahkan jawaban hilang karena sinyal jelek. Menarik apa ribet neh? Hehe. Gasalah sih kalau disitu ada ujian kesabaran juga. Sebenernya kemaren2 sering bgt ngeluh, mana ada ujian yang berderet terus materinya banyak, ya monmaap gimana ya. Terus terus, ada juga ujian yang soalnya unik, intinya kalau gabelajar sebenernya bisa karna jatohnya gaada dimateri yg kita pelajari dan sistemnya pun openbook hmmm. Tapi lagi2 mikir, toh disaat ngeluh gangeluh, momen itu pasti harus dijalani dan akan lewat, toh dengan km malas2an atau memilih untuk sungguh2 momen itu tetep hrs dihadapi. Teringat dengan kata2 pembicara lmd waktu itu, intinya agar seseorang tidak hanyut melewati derasnya aliran sungai, sesederhana org itu perlu memegang batu sebagai beban.. got it?
Bukankah kesibukkan yang menjadi penghalang kemaksiatan? Dengan kesibukkan juga hati dan fisik ini tidak disibukkan dengan hal2 yang diharamkan? Bukankah dengan kesibukkan juga seseorang bisa memanen pahala dari lelahnya? Bukankah dengan kesibukkan juga petanda fisik ini masih mampu dan sudah seharusnya disyukuri?
Baru bs mikir bener kalau mencoba nenangin diri dan muhasabah sama apa2 yg sedang dijalani. Ternyata banyak yang harus disyukuri dari sebuah kesibukkan. Ditempat persinggahan ini, semua org memang sibuk hanya berbeda versi sibuknya, ada yang sibuk main game, ada yang sibuk maraton nonton drakor, ada yang sibuk bantuin orangtuanya, ada yang sibuk ngejar khatam quran, daan masih banyak versi sibuk2 lainnya, intinya cuma ada 2 pilihan kan? Baik atau buruk. Manfaat atau maksiat. Kalau jatohnya bakal sama2 cape karna sibuk, kenapa ga milih cape untuk sesuatu yang baik dan manfaat?
Baru mau mulai nulis bahasannya udah sesensitive ini. Wkwk. Dasar aku. Tapi gapapa semoga bisa ambil hikmah dari cerita ini.
Sore kemarin aku bareng ummi abi sehabis makan ngomongin masalah jodoh. Cukup panjang. Berawal dari “mi bi, mau cerita!” sesederhana itu.
Jumat bada ashar aku ke Salman selagi nunggu temen buat lari bareng di saraga. Emang udah di niatin sih. “Pokonya habis kelas nunggu lari, aku hrs ke salman buat nyelesaiin baca al-kahfi” gumamku. Hmm cari tempat yang agak sepi, akhirnya aku ngaji dibagian dalam masjid sebelah utara, di pojokan. Selagi membaca, aku mendengar perbincaraan 2 akhwat depanku. Intinya tentang jodoh. Bahasannya tentang nikah muda, habis lulus nikah, dan tiba-tiba ngungkit pasangan muda yang baru nikah kemarin. Iya, hawariyyun dan denahaura. Sumpah deh ngajiku agak ga konsen sebenernya. Untungnya dikit lagi dan setelah itu aku cabut akhirnya ehe.
Tentang pasangan yang baru kemarin banget menggenapkan setengah agamanya, aku mengambil pelajaran! Aku juga udah nonton vlog mereka dan kepoin keduanya. MasyaAllah. Walaupun keduanya punya background yang berbeda, yang satu anak santri dan yang satu anak hijrah, ternyata alasan mereka untuk menikah adalah tentang visi yang sama! Keren gasih? Udah paling bener deh, masalah cantik ganteng, duit, jabatan itu tuh ga jadi ukuran pasti seberapa kuat buat bisa survive bareng ngelewatin cobaan rumah tangganya nanti. Emang paling bener deh, tujuan yang dijadiin alasan. Ya karena tujuan tuh gakenal waktu, selagi bisa saling nguatin dalam hal keimanan. Bukankah mengapa itu yang menjadi alasan kita untuk bertahan?
Setelah ngomongin pasangan muda itu, tiba-tiba penasaran sama cerita ummi abi bisa sampe bareng tuh gimana. Lucu sih. Tentang temen-temen ummi yang ganyangka bakal jadi sama abi karena ga seintens itu interkasi keduanya, ummi yang ternyata punya temen yang mirip banget sampe kadang abi ketuker, sampe abi pernah mimpiin ummi.
Diakhir tiba-tiba ummi kasih pesen. Intinya gini,
“Jodoh itu emang cerminan diri kita tapi keimanan seseorang gabisa dinilai pake kacamata manusia.”